Profil Toyib Hadiwijaya, Dekan Pertama Fakultas Pertanian IPB
Profil Toyib Hadiwijaya, Dekan Pertama Fakultas Pertanian IPB
Prof. Dr. Ir. Toyib Hadiwijaya lahir pada tanggal 12 Mei 1919 di Desa Sukahurip, Kecamatan Cihaurbeuti, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Ia berhasil memperoleh gelar Insinyur (Ir.) Pertanian dari Fakultas Pertanian Universitas Indonesia (UI) di Bogor pada 1955. Satu tahun setelahnya, ia sukses meraih gelar doktor. Gelar tersebut diperolehnya dari almamater yang sama pada 8 September 1956 dalam bidang ilmu-ilmu pertanian yang membahas tentang penyakit mati bujang pada cengkeh. Disertasi ini ditulis dalam tiga bahasa, yakni Belanda, Indonesia, dan Inggris. Ia memperoleh anugerah guru besar pertama dalam bidang Fitopatologi.
Toyib Hadiwijaya sangat menyadari kapasitasnya sebagai Guru Besar di Fakultas Pertanian. Oleh karena itu, ia berusaha untuk meningkatkan kualitas diri dengan meminta tugas khusus kepada petinggi UI. Tugas khusus yang dimaksud ialah melakukan studi banding tentang sistem pendidikan yang ada (Kontinental-Belanda) dengan sistem “Anglo Saxon-Inggris dan Amerika Serikat”. Permohonannya tersebut disetujui oleh Rektor UI. Setelah berkelana di luar negeri, Toyib Hadiwijaya kembali ke tanah air untuk mengabdi pada almamaternya sendiri. Ia mendapatkan amanah sebagai Ketua (kini dinamakan Dekan) Fakultas Pertanian UI di Bogor pada tahun 1957–1962.
Selama masa jabatannya sebagai Dekan, Fakultas Pertanian UI di Bogor di bawah naungan Toyib Hadiwijaya sukses melakukan kerja sama dengan Kentucky Contract Team. Kerja sama tersebut berfokus terhadap pengembangan dalam bidang pendidikan. Secara lebih detail, kerja sama tersebut bertujuan untuk : (a) mengubah sistem studi bebas menjadi studi terpimpin, (b) mengubah metode mengajar, menguji, dan menilai ujian, dan (c) menginisiasi dan menerapkan Tridaharma Perguruan Tinggi di Bogor yaitu pendidikan dan pengajaran (kini: pendidikan), penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Toyib Hadiwijaya merupakan sosok yang berdedikasi tinggi terhadap dunia pendidikan dan pertanian. Kontribusinya terlihat melalui usaha dalam memperjuangkan hadirnya Kampus IPB Darmaga hingga saat ini tetap berdiri kokoh. Perjuangan Toyib Hadiwijaya telah memikirkan perkembangan dan masa depan pendidikan pertanian di Indonesia. Oleh karena itu, ia sangat berjuang untuk memperoleh tanah seluas 250 ha yang telah dinasionalisasi oleh pemerintah Republik Indonesia demi pembangunan kampus pertanian di wilayah Darmaga.
Perjalanan karier seorang Toyib Hadiwijaya tidak pernah lepas dari dunia pendidikan. Setelah menjabat sebagai Dekan Fakultas Pertanian UI di Bogor, ia dilantik sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) selama dua tahun sejak 1962 hingga 1964. Satu hal monumental yang hadir dalam masa jabatannya ialah penerbitan Surat Keputusan (SK) pendirian Institut Pertanian Bogor (IPB). Dalam surat tersebut dituliskan mengenai pendirian IPB yang jatuh pada tanggal 1 September 1963. Tidak berselang lama setelah menjabat sebagai Menteri PTIP, Toyib Hadiwijaya melebarkan kariernya ke dunia internasional. Pada Januari 1964, ia mendapat tugas menjadi Duta Besar RI untuk Kerajaan Belgia dan Luxembourg. Tugas ini berakhir dua tahun kemudian tepatnya pada tahun 1966. Setelah peristiwa G30S/PKI berakhir, Toyib Hadiwijaya terpilih sebagai Rektor IPB. Pemilihan tersebut dilakukan secara aklamasi tanpa kehadirannya di IPB sebab ia sedang berada di luar negeri untuk menemani istrinya dalam masa perawatan di rumah sakit.
Toyib Hadiwijaya mulai menjalankan tugas sebagai Rektor IPB pada tanggal 1 Oktober 1966. Saat masa jabatannya, Toyib Hadiwijaya mengupayakan dengan sungguh pembersihan kampus dari unsur-unsur yang berindikasi terlibat G30S/PKI. Ia menetapkan kebijakan bahwa mahasiswa diharuskan mendaftar kembali dan masuk ke dalam kehidupan normal di kampus. Sementara itu dosen yang belum dapat menyesuaikan diri dalam kampus dinonaktifkan untuk sementara. Sebelum resmi menjabat sebagai Rektor IPB, Toyib Hadiwijaya sempat mendapat tugas dari Menteri Pendidikan (P) dan Kebudayaan (K) untuk membantu dalam pembentukan South East Asian Ministers of Education Organization (SEAMEO) pada November 1965. Ia menempati jabatan sebagai Interim Director untuk SEAMEO.
Satu tahun menjabat sebagai rektor, Toyib Hadiwijaya dipercaya kembali oleh negara untuk menjadi Menteri Perkebunan. Saat itu masih diizinkan oleh Presiden RI untuk memiliki jabatan rangkap. Menteri Perkebunan pada 11 Oktober 1967–6 Juli 1968 serta Menteri Pertanian untuk 2 periode, yakni 6 Juni 1968 – 28 Maret 1973 dan 28 Maret 1973 – 29 Maret 1978. Oleh sebab tugas negara, maka seluruh kegiatan IPB dijalankan oleh Prof. Dr. J.H. Hutasoit selaku acting rector.
Toyib Hadiwijaya memasuki masa pensiun pada 1978. Untuk mengenang jasa-jasanya sebagai Dekan Pertama Fakultas Pertanian dan sumbangan kemampuannya dalam melihat pertanian untuk masa depan, nama Toyib Hadiwijaya diabadikan pada Gedung Auditorium Fakultas Pertanian di Kampus IPB Darmaga. Kontribusi mendalam terhadap bidang pertanian juga membuat sosok Toyib Hadiwijaya memperoleh berbagai penghargaan. Pahala Alma Seroja merupakan penghargaan yang dianugerahkan oleh Fakultas Pertanian kepada Toyib Hadiwijaya pada 7 September 1986. Kemudian penghargaan berupa Medali Mas Purna Bakti dari IPB dan Medali Mas Adi Grahita dari Fatemeta pada 1990. Selain itu, ia juga banyak menerima tanda jasa lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri. Pada tanggal 12 Desember 2002, Toyib Hadiwijaya menghembuskan napas terakhir dalam usia 83 tahun di Rumah Sakit Yayasan Harapan Kita Jakarta dan dimakamkan di Cicurug, Sukabumi.
Daftar Pustaka :
Manuwoto S, dan Soekarja Somadikarta, 2017. Sejarah Kelahiran Institut Pertanian Bogor Lembaga Pendidikan Tinggi Ilmu-Ilmu Pertanian Tertua di Indonesia. Bogor: IPB Press.
Manuwoto S, dkk. 2017. Sejarah Perjalanan Institut Pertanian Bogor Sebagai Lembaga Pendidikan Tinggi Pertanian 1963—2017 : Buku 1 Pertumbuhan dan Perkembangan IPB. Bogor: IPB Press.