Dari Perkebunan Karet Hingga Museum : Napak Tilas Gedung Landhuis IPB

Dari Perkebunan Karet Hingga Museum : Napak Tilas Gedung Landhuis IPB

Dari Perkebunan Karet Hingga Museum : Napak Tilas Gedung Landhuis IPB

Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) atau yang saat ini dikenal dengan nama IPB University tentu tidaklah asing bagi masyarakat Indonesia. Sebuah kampus yang berfokus terhadap perkembangan pertanian Indonesia ini lahir pada tahun 1963 dan secara sah diresmikan pada tahun 1965. Kampus IPB tersebar ke berbagai wilayah di kawasan Bogor, Jawa Barat. Salah satunya ialah kampus pusat yang berlokasi di Kecamatan Darmaga, sebuah kawasan yang berada di tepi atau pinggiran Kota Madya Bogor.

IPB dan Darmaga pada dasarnya memiliki korelasi yang besar, utamanya dalam bidang sejarah perkebunan. Jejak peninggalan sejarah perkebunan karet di wilayah Darmaga dapat ditelusuri melalui sebuah bangunan bernama Landhuis. Saat ini bangunan landhuis berada di dalam kawasan kampus IPB, tepatnya di Jalan Tanjung, No.4, Kelurahan Darmaga, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor. Landhuis merupakan bangunan bergaya indies dari abad ke-19. Ciri-ciri bangunan ini ialah berlantai satu dengan denah simetris, beranda terdapat di bagian depan dan belakang (terkadang berada di bagian kiri dan kanan bangunan), langit-langit tinggi, serta menggunakan dinding bata dengan plester dan kapur putih.

Pada masa kolonial Belanda, bangunan landhuis digunakan sebagai rumah tinggal pemilik perkebunan sekaligus tuan tanah (landlord). Saat itu, Gerrit Willem Casimir van Motman, seorang anak dari Jacob Gerrit Theodoor van Motman yang menempati bangunan landhuis ini. Bangunan landhuis di wilayah Darmaga terdiri atas bangunan utama atau induk yang terdapat di bagian depan dan bangunan kecil (beranda) yang terdapat di bagian belakang dan samping. Antara bangunan induk dan bangunan kecil dihubungkan oleh koridor. Atap bangunan induk berbentuk limas ditutup dengan genteng. Masing-masing bangunan terbagi atas beberapa ruang atau kamar. Bangunan induk berfungsi sebagai ruang keluarga, ruang tamu, dan ruang tidur. Bngunan kecil di bagian belakang difungsikan sebagai serambi (beranda), dapur, dan gudang. Sementara itu, bagian depan bangunan (facade) merupakan sebuah pilar dengan bentuk bulat sebanyak 12 buah yang terbagi atas  6 bagian. Masing-masing bagian terdiri dari satu atau dua pasang pilar.

Kemudian pada bagian depan landhuis terdapat sebuah bangunan berupa tugu dengan lonceng yang berada di puncaknya. Pada bagian atas tugu terdapat aksara latin bertuliskan “18 November 1886” dan pada bagian bawah tugu beraksara latin dengan bahasa Indonesia “LONCENG DIBUAT TAHUN 1805, TUGU DIBUAT 1885, DIPUGAR 1980”. Prasasti-prasasti tersebut untuk memperingati pembangunan tugu, peresmian tugu, pembuatan lonceng, dan pemugaran tugu. Berdasarkan angka tahun pembangunan tugu yang dimulai pada tahun 1885 dan diresmikan pada tahun 1886, maka tugu tersebut sezaman dengan tuan tanah Jacob Gerrit Theodoor van Motman yang menjabat sebagai tuan tanah di wilayah Darmaga sejak 1816—1890. Lonceng pada tugu di landhuis wilayah Darmaga dinamakan slavenbel. Nama slavenbel bermakna lonceng penanda bagi paraburuh (pekerja).

Gambar 1.1. Tulisan “LONCENG DIBUAT TAHUN 1805, TUGU DIBUAT 1885, DIPUGAR 1980” yang terletak di bagian bawah tugu.

Apabila melihat angka tahun pembangunan tugu yang dimulai pada tahun 1885 dan diresmikan pada tahun 1886 tugu tersebut sezaman dengan tuan tanah Jacob Gerrit Theodoor van Motman, yang menjadi tuan tanah di wilayah Darmaga sejak 1816-1890. Keberadaan sebuah lonceng di lingkungan perkebunan tidak lazim. Pada umumya lonceng ditemukan pada benteng misalnya pada Benteng Oranje di Ternate dan di gereja kuna. Lonceng pada tugu di landhuis Bogor tersebut dinamakan dengan slavenbel. Dilihat dari nama slavenbel berrati lonceng penanda bagi paraburuh (pekerja), maka penggunaan tugu dan lonceng tersebut berkaitan dengan para pekerja perkebunan sebagai tanda bagi para pekerja (buruh) untuk mulai dan mengakhiri bekerja di perkebunan.

Gambar 1.2. Tampak depan gedung Landhuis yang kini dimanfaatkan sebagai Museum dan Galeri IPB Future.

Pada tahun 1958 dilakukan nasionalisasi terhadap bangunan landhuis dan perkebunan karet di Darmaga. Kemudian bangunan landhuis dipugar pada tahun 2000 dan beralih fungsi menjadi Wisma Tamu IPB dan gedung serbaguna sebagai tempat pertemuan. Dua puluh tiga tahun berlalu, kini bangunan landhuis tidak lagi digunakan sebagai wisma tamu melainkan dimanfaatkan sebagai Museum dan Galeri IPB Future. Selaras dengan namanya, museum yang diresmikan pada 12 Januari 2023 ini hadir sebagai visualisasi terhadap narasi sejarah IPB yang terbagi atas tiga periodisasi yakni sejarah masa lalu, masa kini, dan masa depan yang disajikan secara modern dan dinamis.

Daftar Pustaka:

Anonim, “Profil Museum dan Galeri IPB Future”, dalam https://museum.ipb.ac.id/profil/, diakses pada Senin, 15 Januari 2023, pukul 12.09 WIB.

Libra Hari Inagurasi, “Pola Pemukiman Kawasan Perkebunan Karet Masa Hindia Belanda di Bogor”, dalam AMERTA : Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi, Vol. 32, No. 1, 2014, hlm. 51-54.