J.H. Hutasoit, Dekan Pertama Fakultas Peternakan IPB
J.H. Hutasoit, Dekan Pertama Fakultas Peternakan IPB
Jannes Humuntal Hutasoit atau yang lebih dikenal sebagai J.H. Hutasoit merupakan tokoh perintis dalam pendidikan peternakan di Indonesia. Ia lahir di Desa Ribidang, Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara pada 16 September 1925. J.H. Hutasoit memulai pendidikan dasarnya di Doloksanggul, Sumatera Utara, di mana ia bersekolah selama tujuh tahun dari 1931 hingga 1938. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan menengah di Tarutung hingga tahun 1942. Saat beranjak dewasa, J.H. Hutasoit memutuskan merantau ke Bogor untuk menimba ilmu lebih lanjut. Saat berada di “Kota Hujan” inilah ia menempuh pendidikan di Sekolah Dokter Hewan selama satu tahun (1944–1945) kemudian melanjutkan ke SMA Peralihan pada 1946–1947.

Setelah menyelesaikan pendidikan di SMA, J.H. Hutasoit melanjutkan studinya ke jenjang perguruan tinggi. Ia memilih Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Indonesia (UI) di Bogor sebagai tempat menimba ilmu. Awalnya cita-citanya adalah menjadi dokter manusia. Namun sebagai anak sulung dari delapan bersaudara, ia tidak ingin membebani orangtuanya. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk masuk ke Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan (FKHP) UI melalui jalur beasiswa. Ia berhasil menyelesaikan studi sarjananya dalam kurun waktu empat tahun sejak 1950 hingga 1954. Selama menjalani perkuliahan, J.H. Hutasoit juga merintis kariernya sebagai asisten ahli, sebuah profesi yang ia jalani sejak tahun 1952.
Setelah meraih gelar sarjana, J.H. Hutasoit tidak berhenti belajar dan melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Ia memilih untuk melanjutkan studi pascasarjananya hingga ke Benua Amerika. Ia mengambil bidang ilmu makanan ternak di University of Florida, Amerika Serikat. Program tersebut ia tempuh dalam waktu singkat, yakni satu tahun saja, dimulai pada 1955 dan selesai pada 1956. memulainya di tahun 1955 dan berhasil lulus pada 1956. Setelah memperoleh gelar magister, ia kembali ke Indonesia dan mengabdi sebagai dosen (Lektor Muda).
Kecintaannya terhadap ilmu mendorongnya untuk kembali melanjutkan pendidikan ke tingkat doktoral di almamaternya. Pada tahun 1959, ia berhasil mempertahankan disertasi berjudul Kebutuhan Protein dalam Susunan Makanan Manusia dan Ransum Hewan, yang mengantarkannya meraih gelar doktor. Dua tahun kemudian, pada 1961, ia dikukuhkan sebagai Guru Besar. Selain itu, ia juga berkarier sebagai dosen di Departemen Agronomi Fakultas Pertanian dalam bidang Ilmu Ternak pada tahun akademik 1961/1962. Tak lama berselang, ia menjabat sebagai Sekretaris Fakultas Kedokteran Hewan UI dari 1961 hingga 1963.

J.H. Hutasoit adalah salah satu tokoh perintis pendidikan tinggi peternakan di Indonesia, terutama di Institut Pertanian Bogor (IPB). Pada tahun pertama pembentukan IPB, ia dipercaya menjabat sebagai Dekan Fakultas Peternakan IPB yang pertama. Selain itu, ia juga menjabat sebagai Ketua Lembaga Afiliasi IPB pada periode 1963–1965. Namun jabatannya sebagai Dekan Fakultas Peternakan hanya berlangsung selama dua tahun. Pada 1965, perkembangan Fakultas Peternakan dan IPB terganggu dengan terjadinya peristiwa G-30S yang menyebabkan perubahan dalam struktur kepemimpinan. Satu tahun setelah peristiwa tersebut, Hutasoit diberikan amanah untuk menjabat sebagai Ketua Presidium IPB pada periode 1966-1967. Hal ini tercantum pada Surat Keputusan (SK) Menteri PTIP No. 41/E tanggal 28 Maret 1966. Dengan kedekatannya kepada mahasiswa dan dukungan dari anggota presidium lainnya, ia berhasil mengembalikan dan menormalkan kehidupan akademik di IPB. Pada periode 1967–1970, ia juga dipercaya menjadi Acting Rektor IPB setelah Prof. Tojib Hadiwijaya, Rektor IPB saat itu, ditugaskan menjadi Menteri Perkebunan.
Setelah menyelesaikan tugasnya sebagai Acting Rektor IPB pada periode 1967–1970, karier Hutasoit terus berkembang pesat. Ia diangkat sebagai Direktur Jenderal Peternakan di Departemen Pertanian dari tahun 1971 hingga 1983, serta menjadi anggota MPR RI pada periode 1977–1993. Ia juga menjabat sebagai Ketua Konsorsium Pertanian se-Indonesia pada dua periode, yaitu 1966–1967 dan 1967–1971. Pada tahun 1983, Presiden RI menunjuknya sebagai Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Peternakan dan Perikanan, jabatan yang dijalankannya hingga tahun 1988. Selain itu, Hutasoit juga dipercaya menjadi Anggota Pertimbangan Agung RI dari tahun 1988 hingga 1993.
Dalam kariernya, Hutasoit berhasil mengembangkan Ilmu Makan Ternak sebagai mata kuliah utama di Fakultas Peternakan se-Indonesia dan memperkuat sumber daya manusia di bidang peternakan. Ia juga memprakarsai pengembangan pendidikan peternakan serta Lembaga Penelitian Peternakan di Indonesia. Beberapa karyanya meliputi penghentian ekspor ternak sapi dan kerbau untuk mengatasi defisit produksi daging, memacu perunggasan nasional, dan restrukturisasi usaha ternak ayam. Ia juga memimpin Koordinasi Pembinaan dan Pengembangan Persusuan Nasional serta menangani wabah penyakit ternak. Salah satu karyanya yang berkesan adalah “Kurikulum Sarjana Peternakan se-Indonesia.”

J.H. Hutasoit memberikan kontribusi besar bagi kemajuan peternakan di Indonesia. Berkat perannya, ia dianugerahi berbagai penghargaan. Pada tahun 1983, ia memperoleh Satya Lencana Karya Satya Kelas I. Setahun setelahnya, yakni pada 1984, Presiden RI menganugerahinya Tanda Penghargaan Bintang Jasa Maha Putera Adi Pratama. Kemudian, pada 1987, ia kembali menerima penghargaan berupa Bintang Mahaputra Adipradana. Penghargaan-penghargaan tersebut menjadi bukti konkret atas kerja keras dan dedikasinya. Semua pencapaiannya mencerminkan komitmennya yang tinggi dalam memajukan sektor peternakan di Indonesia.
J.H. Hutasoit menghembuskan napas terakhirnya pada tahun 1996. Kepergiannya meninggalkan jejak yang mendalam dalam dunia peternakan Indonesia. Dedikasi dan kontribusinya terus dikenang, bahkan setelah bertahun-tahun berlalu. Penamaan Auditorium Jannes Humuntal Hutasoit pada tanggal 11 April 2007 menjadi bukti bahwa warisannya tetap hidup dan menginspirasi generasi penerus. Ia tidak hanya memberikan ilmu dan inovasi, tetapi juga semangat untuk terus mengembangkan sektor peternakan. Namanya akan selalu terukir dalam sejarah, menjadi teladan bagi mereka yang ingin berkontribusi di bidang ini. Warisannya akan terus menginspirasi dan membawa manfaat bagi banyak orang.
Daftar Pustaka:
Anonim. “JH Hutasoit” dalam https://www.alumniipb.id/2024/04/19/jh-hutasoit/ diakses pada Kamis, 30 Januari 2025, pukul 13.40 WIB.
Manuwoto S, dan Soekarja Somadikarta. 2017. Sejarah Kelahiran Institut Pertanian Bogor Lembaga Pendidikan Tinggi Ilmu-Ilmu Pertanian Tertua di Indonesia. Bogor: IPB Press.
Manuwoto S, dkk. 2017. Sejarah Perjalanan Institut Pertanian Bogor Sebagai Lembaga Pendidikan Tinggi Pertanian 1963—2017 : Buku 1 Pertumbuhan dan Perkembangan IPB. Bogor: IPB Press.
Manuwoto S, dkk. 2020. Sejarah Kemahasiswaan IPB 1963–2018. Bogor: IPB Press.