Hoesein Djajadiningrat, Gelar Doktor, dan Gagasan Pembentukan Pendidikan Tinggi Pertanian di Indonesia

Hoesein Djajadiningrat, Gelar Doktor, dan Gagasan Pembentukan Pendidikan Tinggi Pertanian di Indonesia

Hoesein Djajadiningrat, Gelar Doktor, dan Gagasan Pembentukan Pendidikan Tinggi Pertanian di Indonesia

Gambar 1. Potret Hoesein Djajadiningrat (1886–1960)

Pangeran Ario Hoesein Djajadiningrat atau yang lebih dikenal dengan nama Hoesein Djajadiningrat merupakan salah satu tokoh termasyhur dalam sejarah Indonesia. Ia lahir pada tanggal 8 Desember 1886 di Kramat Watu, sebuah distrik yang terletak di antara Serang dan Cilegon, Karasidenan Banten. Ia merupakan seorang pribumi yang lahir dari kalangan berada. Ayahnya, Raden Bagus Jayawinata pernah menjabat sebagai Bupati Pandeglang pada tahun 1894 — 1899. Ibunya bernama Ratu Salehah, anak dari Ratu Bagus Mohammad Isfak dalam perkawinannya dengan Ratu Mariam. Kakek Husein Djajadiningrat ini pernah menjabat sebagai Asisten Wedana Cening semasa hidupnya. 

Tumbuh dalam keluarga yang berkecukupan tidak membuat Hoesein Djajadiningrat gelap mata dengan dunia. Sejak kecil ia telah mendapatkan pendidikan agama dari kedua orang tuanya. Mulai dari belajar mengaji, shalat lima waktu, dan berpuasa. Selain pendidikan agama, kedua orang tua Hoesein Djajadiningrat tetap mengimbanginya dengan pendidikan formal. Ketika berusia 6 tahun, Hoesein menempuh pendidikan Europesche Lagere School (ELS)—pendidikan setara Sekolah Dasar (SD)—di Serang. Namun pada saat duduk di bangku kelas 6 SD, ia memutuskan untuk pindah ke sekolah Kok en van Diggelen, sebuah sekolah swasta berbasis asrama. Selama di asrama inilah, Hoesein berkenalan dengan Dr. C. Snouck Hurgronje. Perkenalan ini menjadi awal hubungan selanjutnya yang membawa pengaruh besar dalam garis profesi kesarjanaan seorang Hoesein Djajadiningrat.

Gambar 2. Halaman judul disertasi karya Hoesein Djajadiningrat.

Hoesein Djajadiningrat menamatkan pendidikan tingkat dasar pada 1899. Kemudian ia melanjutkan studinya ke Hoogere Burgerschool (HBS) selama lima tahun sejak 1899 hingga 1904. Hoesein menamatkan pembelajarannya di HBS dengan gemilang dan melanjutkan pendidikannya ke Negeri Belanda. Petualangan Hoesein di negeri kincir angin tersebut dimulai pada 1905 saat ia diterima sebagai mahasiswa jurusan bahasa dan kesusasteraan Nusantara Universitas Leiden. Selama belajar di Leiden, Hoesein memperoleh kuliah dari para sarjana terkemuka, seperti A.C. Vreede dan J.C.G. Jonker untuk bahasa Jawa, A.W. Niewemhuis untuk etnografi, dan Ch. A. van Ophuysen untuk bahasa Melayu. Hoesein Djajadiningrat akhirnya berhasil menuntaskan studi kesarjanaannya pada 1910 dengan predikat cumlaude.

Berkat hasil ujian yang cemerlang inilah Hoesein Djajadiningrat mendapatkan dukungan penuh dari para dosen untuk melanjutkan studinya ke jenjang doktoral. Hoesein Djajadiningrat sukses mempertahankan disertasinya yang berjudul Critische Beshowing van de Sedjarah Banten (Tinjauan Kritis Terhadap Sejarah Banten) di hadapan para anggota penguji di bawah pimpinan Rektor Universitas Leiden, Dr. B.D. Eedmans pada hari Sabtu, 3 Mei 1913 pukul 16.00. Selama studi ataupun penyusunan disertasi doktornya, Hoesein dibimbing oleh Dr. C. Snouck Hurgronje sebagai promotor. Kesuksesan Hoesein dalam mempertahankan disertasinya tersebut menobatkan dirinya sebagai orang Indonesia pertama yang berhasil meraih gelar doktor dan meletakkan tonggak sejarah penting bagi kemajuan ilmu di kalangan bangsa Indonesia.

Gambar 3. Guru Besar dan Lektor Rechts Hogeschool pada saat pembukaan tanggal 28 Oktober 1924. Duduk dari kiri ke kanan: Prof. Dr. R.A. Hoesein Djajadiningrat, Prof. Mr. Dr. P. Scholten, dan Prof. Mr. Dr. J.H.A. Logemann.

Setelah menamatkan pendidikannya di Leiden, Hoesein Djajadiningrat kembali ke Indonesia. Kariernya di tanah air dimulai dengan bekerja pada jawatan bahasa. Pada 1916, ia diangkat menjadi Komisaris Negara untuk Urusan Bumiputera dan mendapatkan tugas untuk urusan Islam. Pada 1920, Hoesein Djajadiningrat menjabat sebagai Ajunct-Adviseur untuk Urusan Bumiputera bersama dengan B.J.O. Schrieke di bawah pimpinan R.A. Kern sebagai kepala. Empat tahun setelahnya pada tahun 1924, ia menanggalkan jabatannya karena diangkat menjadi Guru Besar Rechts Hoogeschool (Sekolah Hakim Tinggi) di Jakarta. Hal ini juga menandakan bahwa Hoesein Djajadiningrat merupakan professor pertama bangsa Indonesia. Saat berkarier di Recht Hoogeschool, ia mengampu mata kuliah mengenai hukum Islam serta bahasa Sunda dan Jawa. 

Hoesein Djajadiningrat merupakan seorang pembelajar sejati. Ia tidak pernah lelah dalam memberikan ide maupun gagasan bagi pendidikan di Indonesia. Salah satu gagasannya yang berpengaruh besar terhadap sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia terlihat saat dirinya menginisiasi pendirian Fakultas Ilmu Pengetahuan Pertanian. Gagasan ini muncul ketika Hoesein Djajadiningrat menjabat sebagai Direktur Departemen Pengajaran dan Keagamaan. Langkah awal untuk mendirikan Pendidikan Tinggi Pertanian (Hoger Landbouwonderwijs) ialah dengan mempersiapkan pendirian Landbouwkundige Faculteit guna menunjang proses perkuliahan tingkat landbouwkundige propadeuse (tingkat persiapan pertanian). Ia kemudian menulis surat kepada Gouverneur Generaal van Nederlandsch-Indie mengenai permohonan anggaran tambahan tahun 1940 berkaitan dengan dimulainya landbouwkundige propaedeuse sebagai persiapan untuk pembukaan Fakultas Ilmu Pengetahuan Pertanian (Faculteit van Landbouwwetenschap). Perkuliahan tingkat persiapan ilmu pertanian mulai dilaksanakan pada tanggal 1 September 1940. 

Gambar 4. Surat tanggal 18 Agustus 1940 yang ditulis oleh Prof. Dr. P.A. Hoesein  Djajadiningrat selaku penanggungjawab Direktur (Departemen) Pengajaran dan Keagamaan kepada Gubernur-Jenderal Hindia-Belanda tentang permohonan anggaran tambahan tahun 1940 sehubungan dengan dimulainya landbouwkundige propaedeuse.

Dengan telah dimulainya perkuliahan tingkat persiapan ilmu pertanian, Hoesein Djajadiningrat merasa diperlukan adanya sebuah wadah untuk mengembangkan pendidikan pertanian di Indonesia. Ia kemudian mengirimkan surat mengenai usulan pembentukan suatu komisi persiapan untuk mendirikan Fakultas Ilmu Pengetahuan Pertanian kepada Gubernur-Jenderal Hindia Belanda pada 19 September 1940. Dalam surat tersebut juga tertulis nama-nama anggota komisi pembentukan pendidikan tinggi pertanian di Indonesia. Salah seorang anggota komisi yang diusulkannya ialah Prof. Dr. R Remmelts selaku Voorzitter van de Faculteit der Geneeskunde ‘Ketua Fakultas Kedokteran’, sehubungan dengan rencana kerja sama untuk pendidikan tingkat propaedeuse (persiapan) Fakultas Pertanian dan Fakultas Kedokteran. Pada tanggal 25 September 1940, Gubernur-Jenderal Hindia-Belanda mengeluarkan Keputusan No. 386 tentang pengangkatan anggota komisi tersebut. Anggota komisi dilantik pada tanggal 18 Oktober 1940 oleh Hoesein Djajadiningrat. Komisi ini dinamakan “Komisi untuk mempersiapkan (pendirian) Fakultas Ilmu Pengetahuan Pertanian” (Commissie ter voorbereiding van een faculteit van landbouwwetenschap) untuk selanjutnya disebut Komisi.

Adanya komisi ini cukup berpengaruh terhadap pemilihan Buitenzorg (kini disebut Bogor) sebagai wilayah untuk mendirikan Fakultas Ilmu Pengetahuan Pertanian (Faculteit van Landbouwwetenschap). Komisi berpendapat bahwa kota yang terbaik untuk mendirikan Landbouwkundige Faculteit adalah Kota Buitenzorg ‘Bogor’. Hal ini didasarkan pada suatu alasan bahwa Bogor memiliki berbagai lembaga penelitian pertanian dan ilmu pengetahuan alam sehingga diharapkan dapat bekerja sama dengan Landbouwkundige Faculteit. Fakultas Ilmu Pengetahuan Pertanian (Faculteit van Landbouwwetenschap) secara resmi mulai didirikan pada 1941 sesuai dengan ditetapkannya Keputusan Gubernur-Jenderal Hindia-Belanda tanggal 31 Oktober 1941 No. 16. 

Penetapan tanggal pendirian Faculteit van Landbouwwetenschap merupakan suatu peristiwa bersejarah yang tidak dapat dilupakan begitu saja. Faculteit van Landbouwwetenschap menjadi bukti nyata hasil sebuah proses panjang yang berawal dari gagasan ciamik seorang Hoesein Djajadiningrat. Hal ini juga menjadi penanda bahwa kecintaan Hoesein Djajadiningrat terhadap ilmu pengetahuan tidak hanya terbatas pada satu bidang saja. Pada hari tuanya, Hoesein Djajadiningrat mengidap penyakit jantung atau angina pektoris serta penyakit longonstiking dan bronkitis. Hoesein Djajadiningrat pulang ke rahmatullah dengan tenang pada tanggal 12 November 1960 setelah menjalani masa perawatan di Rumah Sakit St. Carolus, Salemba. Ia meninggal dalam usia 74 tahun dan jenazahnya dimakamkan di Pemakaman Menteng Pulo, Jakarta. Hoesein Djajadiningrat memang telah tiada secara raga, namun namanya senantiasa abadi dalam karya. 

Daftar Pustaka :

Manuwoto S, dan Soekarja Somadikarta. 2017. Sejarah Kelahiran Institut Pertanian Bogor Lembaga Pendidikan Tinggi Ilmu-Ilmu Pertanian Tertua di Indonesia. Bogor: IPB Press.

Sutanto S. 1982/1983. Prof. Dr. Husen Jayadiningrat Hasil Karya dan Pengabdiannya. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.