Dekolonialisasi IPB: Meniti Identitas Pendidikan Tinggi (Bagian-1)
Dekolonialisasi IPB: Meniti Identitas Pendidikan Tinggi (Bagian-1)
Institut Pertanian Bogor (IPB) didirikan pada tahun 1963. Kampus ini menjadi wujud transformasi Universitas Indonesia (UI) di Bogor, yaitu Fakultas Pertanian dan Kedokteran Hewan, yang mana kedua fakultas tersebut telah berdiri sejak lebih dari satu dekade sebelumnya. Meskipun demikian, transformasi tersebut bukan sekedar sebuah pemisahan fakultas dari kampusnya. Seperti yang diungkapkan oleh Prof. Dr. Ir. Toyib Hadiwidjaja, ketika Beliau menjabat sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan, bahwa perpisahan tersebut adalah sebuah langkah menyelesaikan “masalah-masalah identitas” yang amat penting (Beers 1971: 12).

Sejarawan Universitas Gadjah Mada (UGM), Agus Suwignyo (2025: 20-23), menuturkan bahwa “identitas” memang menjadi isu sentral di dalam dunia pendidikan Indonesia selama 1940-an hingga 1960-an. Pada kurun waktu ini, fokus utama insan edukasi kita adalah mengubah tubuh pendidikan nasional yang masih bertumpu pada fondasi kolonial lama sejak masa penjajahan Belanda. Ini adalah sebuah gelombang dekolonialisasi, yaitu meninggalkan segala yang kolonial dengan membentuk identitas pendidikan baru yang berbeda dari sebelumnya.
Dengan demikian, perubahan merupakan sesuatu yang integral dari dekolonialisasi pendidikan di atas. Dalam latar inilah sektor perguruan tinggi kita memerkenalkan hal-hal baru (Buchori, Malik 2004: 257). Yang paling menyolok, bahasa Indonesia mulai digunakan sebagai sarana komunikasi ajar-mengajar menggantikan bahasa Belanda yang sebelumnya adalah wajib. Bersamaan dengannya, para profesor dan dosen berkebangsaan Belanda yang telah mengajar sejak masa kolonial juga pergi. Orientasi baru dari penyelenggaraan pendidikan juga dibangun dengan adanya Tri Dharma Perguruan Tinggi. Tidak seperti pendidikan tinggi kolonial yang hanya berfokus pada masalah akademik, melalui Tri Dharma tersebut kampus-kampus harus mampu memenuhi fungsi dalam bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Dekolonialisasi dan IPB adalah dua sisi mata uang yang sama. IPB lahir untuk mengatasi identitas pendidikan lama dengan menggantinya menjadi sesuatu yang baru. Sementara itu, eksistensi IPB juga menunjukkan bahwa kampus ini merupakan wujud implementasi dari zeitgeist (jiwa zaman) dekolonialisasi pendidikan tinggi Indonesia itu sendiri. Di dalam konteks tersebut, artikel bersambung ini berupaya mengeksplorasi terjadinya dekolonialisasi pendidikan tinggi Indonesia di dalam lingkup IPB.
Artikel bersambung ini akan terbagi menjadi empat bagian. Bagian pertama, menjelaskan latar belakang dan konteks besar yang mendasari bagian-bagian berikutnya. Selanjutnya, bagian kedua akan menguraikan karakteristik pendidikan tinggi yang hadir pada masa kolonial. Hal ini dijelaskan untuk dapat mengetahui keadaan lama yang coba diubah dalam dekolonialisasi tersebut. Bagian tiga dan empat menjabarkan implementasi dekolonialisasi pendidikan tinggi Indonesia yang terjadi di IPB. Di dalam hal ini, bagian tiga menyoroti dekolonialisasi yang mengiringi transformasi UI di Bogor menjadi IPB. Sedangkan bagian empat, bagian akhir dari artikel bersambung ini, akan menguraikan dekolonialisasi IPB yang dipengaruhi oleh pembaharuan Kentucky Contract Team di kampus ini.
Bersambung ke bagian 2.
Referensi
Beers, Howard W. An American Experience in Indonesia: The University of Kentucky Affiliation with the Agricultural University of Bogor. Lexington: The University Press of Kentucky, 1971.
Buchori, Mochtar, Abdul Malik. “The Evolution of Higher Education in Indonesia.” In Philip G. Altbach, Toru Umakoshi, eds., Asian Universities: Historical Perspectives and Contemporary Challenges, pp. 249-278. Baltimore: The Johns Hopkins University Press, 2004.
Suwignyo, Agus. “Apakah Kemerdekaan Politik Mengubah Konsep Kolonialisasi dan Dekolonialisasi Pengetahuan di Perguruan Tinggi?” Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Sejarah Pendidikan pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (Naskah). Yogyakarta, 24 April 2025.
Rahman C. Adiatma, Staf Edukator Museum dan Galeri IPB Future